---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku Bosan dengan Kata itu
Entah, Kau dan aku memang begitu
dan semua semangat ku seakan Pupus
Tidak mengerti asal muasal nya
Tidak Mengerti Penjelasan nya
"Menunggumu" Itulah Risalah ku
--------------------------------
Meraba akan kecemassan
Terseok seakan aibku di permalukan
Aku Hina, aku pengecut, aku Lemah
Keledai Tertawa
Keledai Menari, bahkan Keledai Meludahi
Aku masih tegar, aku masih hidup
Aku tidak akan pernah Gusar
Dan Kau keledai Tunggulah Hari esok, kanku rangkul
Dan kau keledai Tunggulah Hari esok, Ludahmu kan kau jilat sendiri.
-------------------------------------------------------------------
Bicaralah kepada Hujan
Imajinasiku tidak akan pernah pudar
Aku masih jelas Tempat ini
Barista yang menari nari
Robusta yang menemani
Espresso yang melengkapi
Aku masih disini
Menghabiskan semuanya, sembari
jam tanganku berdetak
dan kau masih absurd sampai aku pulang
-----------------------------------------------------------
Tunggulah Cantik jangan posessif dulu
Malam masih panjang
Kau tak akan pernah luntur Di Terpa kopiku
Pahit, Itulah yang menguatkan
Manis, Itulah Butiran Cita rasa dalam meracik ke romantisan
-------------------------------------------------------------
Kenapa kau sia siakan beliau?
Kau pengecut
Kau Hina
Sadarkah, Elusan tangan ku lebih berarti !
------------------------------------------
Tempat, Tepat dan jam empat
Kenapa demikian?
Senja datang, Senja Menyapa
Malu Minder bahkan Terpesona
Aku tampar pipi ini
Aku Jambak Rambut ini
Dimana ini?
Senja Tepuk Bahu
dan akupun sadar, dimusim hujan pun senja Ada memayungiku
-----------------------------------------------------------------
Pelupuk matamu mempunyai makna
Pelupuk matamu memberi arti
Pengingat abadi di kala menyendiri
Kau, Bolehkan aku rayu?
Tapi tunggu dulu, Kopiku masih pekat kepahitan
kau, masih bolehkah aku bersandar?
Jangan !
Tolakan pun ikut campur dengan keresahan
---------------------------------------------
Setapak yang sunyi ini, Serta Gemerlap senja
belalang berbuat kemunafikan dalam hidupnya
Belalang bertanya, Kepada siapa aku mengadu? Hanyalah senja yang tersenyum
Belalang terpaksa berdiri Bagaikan Orangan Sawah
Kemanapaun belalang pergi, Selalu membawa Perih jeritan hatinya
Sebab, Belalang menyimpan berjuta perasaan bersalah kepada senja
empedu yang terlanjur belalang telan, seakan menyapa
bahwa ia "Terkubur Hidup-Hidup"
---------------------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar